Pengantar
Masa remaja adalah masa yang paling menentukan dalam hidup seseorang mengingat pada masa ini merupakan masa peralihan dari masa anak-anak menuju masa dewasa. Dalam masa peralihan ini, remaja mengalami kebingungan terhadap perubahan yang terjadi dalam dirinya, baik secara fisik, psikologi dan sosial. Kondisi ini sering membuat orangtua tidak memahami apa yang terjadi dalam diri anaknya yang sudah menginjak remaja. Akibatnya, remaja pun lebih cenderung memiliki kedekatan dengan teman-teman yang mereka anggap senasib dan mengerti kondisi mereka. Minimnya informasi yang benar, kurang intimnya relasi dengan orangtua dan mudahnya remaja untuk terpengaruh oleh ajakan temannya menyebabkan remaja terjerumus pada hal yang tidak diinginkan seperti narkoba.
Narkoba atau yang lebih dikenal dalam istilah medis sebagai NAPZA, Narkotika; Psikotropika dan Zat Adiktif lainnnya, adalah sesuatu yang dimasukkan dalam tubuh berupa zat padat, cair dan gas (tidak termasuk makanan dan oksigen yang dimasukkan dalam tubuh) yang dapat merubah struktur dan fungsi tubuh secara fisik dan psikis (WHO, 1992). NAPZA yang sudah lama dikenal sejak sebelum jaman kemerdekaan, dulu hanya dikenal sebagai candu. Seiring berjalannya waktu, mengkonsumsi NAPZA pun semakin berkembang dan populer sebagai salah satu bagian dari gaya hidup.
Bentuk tubuh junkies, kurus dan tinggi, yang diinginkan oleh remaja adalah salah satu mitos atau informasi yang salah akibat pemakaian NAPZA. Minimnya informasi yang benar tentang NAPZA menyebabkan jumlah kasus remaja pecandu semakin bertambah. Negara Indonesia pun kini tidak hanya menjadi konsumen tetapi juga produsen setelah ditemukannya beberapa lokasi tempat yang dijadikan pabrik pembuatan NAPZA atau lebih dikenal di masyarakat sebagai narkoba.
Narkoba suntik
Kondisi ini masih diperparah oleh keadaan bahwa berdasarkan data dari Departemen Kesehatan tahun 2008, jumlah kasus HIV & AIDS tertinggi di DKI Jakarta lebih disebabkan oleh penggunaan narkoba suntik. Lebih lanjut data tersebut juga menunjukkan bahwa jumlah kasus HIV & AIDS berada pada kelompok usia 20-29 tahun. Jika masa menyerangnya virus HIV 5-10 tahun dalam tubuh seseorang, bisa dibayangkan pada usia 15-20 tahun, seseorang sudah mulai terinfeksi HIV. Kelompok usia ini termasuk dalam usia remaja, dimana mereka sudah mencoba bahkan kecanduan terhadap narkoba suntik.
Narkoba suntik adalah salah satu cara penularan HIV & AIDS yang terjadi melalui kontak darah yakni media alat suntik yang dimasukkan ke dalam tubuh seseorang. Suntik yang dimaksud jelas bukan suntik yang streril atau masih baru melainkan pernah dipakai (bekas) atau bersama-sama memakai. Seorang junkies atau pecandu pernah bercerita bahwa secara sadar mereka tahu risiko menggunakan jarum suntik bersama-sama namun apa daya membawa jarum suntik adalah risiko paling besar yang harus mereka hadapi jika harus tertangkap oleh polisi atau aparat terkait.
Narkoba suntik lebih diminati karena langsung terasa efeknya secara stimulan, halusinogen dan depresan dalam tubuh seseorang dibandingkan jenis narkoba lainnya. Selain itu, kenikmatan lain yang dirasakan apabila menggunakan bersama-sama (sharing) dengan teman, seolah-olah merasa senasib sepenanggungan (sense of belonging). Hal ini yang sebenarnya dicari oleh pecandu, terutama remaja yang bermasalah atau mencoba melarikan diri dari masalah kebingungan atau perubahan yang terjadi dalam diri mereka.
Media edukasi, informasi & komunikasi
Berdasarkan data jumlah kasus HIV & AIDS di Indonesia, DKI Jakarta menempati urutan pertama terbanyak. Oleh karena itu Pemerintah DKI Jakarta terus berupaya untuk mengembangkan berbagai upaya pencegahan bagi remaja mengingat remaja merupakan kelompok berisiko tinggi. Upaya pencegahan tentu tidak berjalan sendiri karena perlu didukung oleh semua pihak sebagai kelompok terdekat remaja.
Pertama, meningkatkan sarana media edukasi, informasi dan komunikasi agar semakin banyak orang paham mengenai bahaya narkoba. Masih banyak orangtua hanya memahami narkoba sebagai ‘benda berbahaya dan terlarang’ tanpa mengetahui kandungan atau efek yang terjadi jika seseorang menggunakan dan kecanduan narkoba. Oleh karena itu, perlu adanya media informasi dan edukasi seperti brosur dan poster yang dipasang di tempat-tempat publik seperti rumah sakit, sekolah, restoran, dll. Atau kampanye terbuka yang bisa saja melibatkan LSM yang bergerak di bidang remaja dan narkoba di tempat-tempat publik seperti mall.
Selain itu, maraknya program televisi juga dapat dimanfaatkan sebagai sarana edukasi dan informasi dimana orangtua dapat memperoleh informasi sebanyak-banyaknya tentang narkoba sekaligus media sharing atau komunikasi terhadap hal-hal yang harus dilakukan jika kedapatan anaknya kecanduan narkoba.
Peran sekolah
Kedua, memasukan pengetahuan bahaya narkoba di sekolah misalnya, sebagai bagian atau melalui kurikulum pendidikan sejak di SMP dan SMA dalam pelajaran budi pekerti. Tidak semua sekolah mampu dan memiliki akses untuk mendapatkan informasi dan penyuluhan tentang narkoba. Adanya kurikulum dalam pendidikan diharapkan sekolah pun turut serta melakukan pencegahan melalui informasi yang benar. Dalam kurikulum ini, remaja pun diajarkan mengenai ketrampilan diri (life skills) untuk melindungi diri terhadap tawaran dan ajakan untuk menggunakan narkoba. Diharapkan remaja dapat melatih sikap asertif untuk berpendapat terhadap nilai-nilai yang tidak sesuai atau bertentangan, seperti narkoba.
Sekolah juga dapat berperan meningkatkan pengetahuan bahaya narkoba melalui kegiatan ekstrakurikuler yang ada di sekolahnya. Misalnya, setiap kegiatan ekstrakurikuler minimal bisa menyediakan satu kali pertemuan tatap muka untuk membahas mengenai narkoba. Para pendidik sekolah dapat bekerjasama dengan pengurus atau pengelola ekstrakurikuler untuk membuat rencana kerja yang menyisipkan penyuluhan atau sharing pengalaman atau pendapat antar siswa mengenai bahaya narkoba.
Pengetahuan bahaya narkoba di sekolah dapat dilakukan saat memasuki Masa Orientasi Siswa (MOS) yang dilaksanakan setiap awal tahun ajaran pendidikan. Kegiatan ini cukup bermanfaat sebagai pengenalan kepada siswa baru bahwa sekolah berkomitmen untuk ‘memerangi’ narkoba di sekolah. Dengan demikian siswa yang baru menginjakkan kaki di sekolah pun memiliki sikap waspada untuk tidak mencoba narkoba.
Meningkatkan pengetahuan bahaya narkoba di sekolah diperlukan dukungan dari orangtua. Pihak sekolah dapat menyisipkan agenda pertemuan tatap muka dengan orangtua yang membahas narkoba atau memperkaya wacana orangtua yang bertemakan bahaya narkoba. Melalui media pertemuan antara sekolah dengan orangtua tentu akan membantu sekolah dan orangtua dalam mengidentifikasikan remaja yang bermasalah, terutama kecenderungan untuk menggunakan narkoba. Sekolah pun dapat menyatakan sikap yang tegas di hadapan orangtua mengenai tindakan yang akan diambil jika anak kedapatan menggunakan narkoba.
Selain menempelkan spanduk, poster, brosur atau selebaran mengenai pengetahuan bahaya narkoba di Mading Sekolah, Sekolah dapat membentuk mitra pendidik sekolah yang berasal dari siswa. Mitra pendidik sekolah (peer educator) adalah siswa yang dilatih oleh sekolah dan bertugas untuk menyampaikan informasi yang benar tentang bahaya narkoba serta mengajak teman-temannya untuk melakukan kegiatan positif.
Peran orangtua dan masyarakat
Ketiga, meningkatkan komunikasi dan relasi antara orangtua dan remaja sehingga memungkinkan orangtua mengikuti dan mencermati perkembangan yang terjadi terhadap remaja. Orangtua perlu berperan sebagai ‘sahabat’ dan sumber informasi bagi remaja. Oleh karena itu, orangtua perlu dibekali pengetahuan yang benar akan bahaya narkoba dan HIV & AIDS. Dengan demikian remaja dapat membedakan mana yang benar dan salah mengenai hal-hal yang mungkin hendak dilakukannya.
Relasi yang intim antara orangtua dengan remaja tentu akan mempengaruhi pola komunikasi yang tercipta dengan konstruktif, melalui pendekatan keagamaan dan budi pekerti. Orangtua yang secara jelas menyatakan sikap dan pendapatnya tentang narkoba, misalnya, akan membantu remaja untuk memahami konsekuensi yang akan terjadi jika melanggar.
Peran orangtua sangat menentukan masa depan remaja sehingga perlu ada kewaspadaan bagi orangtua dan masyarakat untuk mengenali kondisi remaja dan pengetahuan yang cukup untuk melakukan tindakan pertama jika kedapatan remaja menggunakan narkoba, misalnya membawa anak ke panti rehabilitasi. Oleh karena itu, diperlukan peran semua pihak terutama Pemerintah dan LSM terkait untuk melakukan penyadaran seperti kampanye dan penyuluhan kepada orangtua yang menjadi bagian dari masyarakat.
Masyarakat yang sadar akan bahaya narkoba secara hukum dan medis, maka akan mampu menciptakan lingkungan yang kondusif bagi remaja untuk tidak menggunakan narkoba. Bagaimanapun, lingkungan dapat mempengaruhi seorang remaja untuk menggunakan narkoba jika terjadi sistim nilai yang rendah di masyarakat dan pengaruh/ajakan yang kuat dari teman-temannya.
Penutup
Remaja adalah tolok ukur bagi terciptanya generasi penerus yang sehat dan tangguh di masa yang akan datang. Dari lingkup terendah, keluarga, sampai dengan lingkup tertinggi, negara dan pemerintah, memiliki perhatian yang khusus untuk memutus mata rantai narkoba. Narkoba tidak hanya menyebabkan ketergantungan/adiksi dan penyakit seperti AIDS secara medis juga kejahatan/kriminalitas secara hukum, namun narkoba dapat menimbulkan kematian. Masalah narkoba adalah masalah sosial yang perlu menjadi perhatian semua pihak.
***
One thought on “Menggagas masa depan yang gemilang bagi Remaja”