Seekor burung ragu-ragu untuk terbang. Ia merasa bahwa belum cukup umur seperti burung-burung lain untuk terbang. Ia bertanya pada ibunya, “Ibu, apakah aku sudah layak untuk terbang” tanyanya suatu kali.
Ibunya pun menyahut, “Mengapa kau ragukan kemampuanmu untuk terbang?”
Jawabnya, “Meski aku adalah burung, tetapi aku merasa bahwa aku belum bisa terbang seperti teman-teman yang lain.”
“Nak, itu hanya perasaanmu saja. Jika kemampuan diukur dari perasaan, kau tak akan bisa mengenali dirimu. Setiap burung pasti bisa terbang, jika ia terlahir sebagai burung” sahut ibunya.
Si Burung pun menunduk, cemas memperhatikan dua kepak sayapnya. Dipandangnya sayap dirinya dengan Sang Ibu, sama, tak ada yang beda. Kaki ibu dengan kakinya pun sama, tak berbeda. Jumlah bulu yang dimiliki ibu, juga pasti sama seperti yang dimilikinya. Pikiran yang bodoh, apakah mungkin jumlah bulu mempengaruhi kemampuan terbang.
Usai bertemu Ibunya, Si Burung mendapati teman-temannya yang terbang membelah langit. Mereka tampak tertawa ria, menikmati keindahan dunia dengan terbang, pikirnya. Wajah Si Burung muram, memikirkan ketidakmampuannya terbang.
Melihat hal itu, tergeraklah hati Burung Hantu yang bijaksana. Meski tak bisa memiliki kemampuan terbang seperti burung-burung yang lain, namun Burung Hantu dianggap makhluk yang paling bijaksana di antara para burung.
“Hei, mengapa kau bermuram durja seperti itu? Tidakkah kau bermain bersama teman-temanmu yang lain?” tanya Burung Hantu penuh selidik.
“Tidak, aku tak bisa terbang” sahut Si Burung dengan nada sedih.
Tertawalah Burung Hantu mendengarkan jawaban Si Burung. Baru kali ini, dia mengenal seekor burung yang menyatakan tak bisa terbang.
“Jangan tertawa! Aku memang tak bisa terbang. Aku takut kalau-kalau aku jatuh saat terbang. Aku khawatir tak bisa menjaga keseimbangan. Mungkin pula sayapku tak cukup kuat membawa aku pergi di atas angin” kata Si Burung menunduk malu.
Aneh, pikir Burung Hantu.
“Hei, siapa dirimu hingga menganggap kau tak bisa terbang?” tanya Burung Hantu.
“Aku adalah Burung” jawab Si Burung dengan tegas.
“Jika kau burung, mengapa kau harus berpikir seperti itu? Takut jatuh, tak bisa menjaga keseimbangan apalagi memikirkan sayap yang tak cukup kuat. Pernahkah kau bertanya kepada teman-temanmu, apakah mereka tidak takut jatuh saat terbang? Atau bertanya, tidakkah sayap kalian cukup kuat menyanggah?” tanya Burung Hantu sekali lagi.
Si Burung menggeleng.
“Aku memang tak pernah bertanya demikian. Tetapi aku pernah bertanya, apakah saat kalian terbang, kalian tidak berpikir bahwa suatu saat kalian akan jatuh?” sahut Si Burung.
Burung Hantu semakin penasaran akan jawabannya, “Lalu, apa jawaban mereka?”
“Mereka bilang bahwa saat mereka terbang, mereka tak pernah berpikir apapun. Mereka terbang karena mereka percaya bahwa setiap burung pasti bisa terbang jika saatnya tiba” cerita Si Burung.
Burung Hantu pun tertawa lagi.
“Betul sekali, saat terbang adalah sebuah kodrat yang diberikan Tuhan, mengapa kita harus berpikir dan takut mencoba.”
“Apa maksudmu?” tanya Si Burung.
“Kau telah mengakui bahwa kau adalah burung. Di dunia ini, Tuhan telah menciptakan setiap burung adalah sama satu sama lain. Setiap burung seperti dirimu pasti bisa terbang. Pikiran sepertimu kerap malah menghambatmu untuk mencoba. Pikiran itu yang menciptakan perasaan takut untuk terbang.”
Si Burung menimpali, “Aku tidak yakin pada diriku sendiri, apakah aku bisa terbang atau tidak?”
Kini tawa Burung Hantu semakin keras.
“Macam mana kau tertawa. Kau tidak membantuku tetapi menterawai kelemahanku” seru Si Burung dengan penuh emosi.
“Bagaimana aku tidak tertawa, selama ini kepercayaan diri itu tidak hanya diukur dari satu hal saja? Kepercayaan diri adalah sebuah proses saat engkau mengenali siapa dirimu, menemukan masalahmu dan menjadikan masalah itu sebagai berkah dalam hidupmu. Berkah terjadi karena kau yakin bahwa kau pasti bisa mengatasi masalah.”
Si Burung pun semakin yakin, bahwa takut terbang adalah masalahnya. Masalah yang selama ini dipikirkannya adalah apakah sayapnya cukup kuat untuk membawanya terbang?
Burung Hantu membuatnya tersadar bahwa masalah yang ada dalam dirinya bukan terletak pada kemampuan sayap. Tuhan sudah memberikan sayap pada setiap burung adalah sama. Tuhan tidak akan memberikan masalah dalam setiap sayap burung, tetapi masalah setiap burung terletak dari pikiran untuk membiarkan sayap bekerja sebagaimana yang diciptakannya.
“Dengar!” seru Burung Hantu menganggetkannya. “Biarkan alam bekerja dengan caranya sendiri. Tuhan tidak akan menciptakan hambatan dalam hidup setiap ciptaanNya. Hambatan terbesar terletak dalam diri setiap ciptaanNya. Hambatan itu dikenali sebagai masalah oleh dirimu.”
“Hei, Burung Hantu. Masalahnya aku tak tidak tahu bagaimana mengatasi rasa takut terbang” pinta Si Burung.
“Gunakanlah sayapmu untuk terbang. Lihatlah teman-temanmu yang lain, mereka dapat terbang dengan sayap yang sama denganmu. Terkadang kita sendiri yang membuat perbedaan satu sama lain. Kita menganggap burung A lebih jago dariku. Atau, kehebatan terbang dilihat seberapa jauh kau bisa pergi. Tak ada yang hebat, semua sama. Sayap yang diberikan pun sama dengan kau. Kau hanya perlu latihan yang tekun agar kau bisa melakukan itu. Kau hanya perlu kesabaran agar bisa melewati semua itu. Kau perlu bantuan orang-orang sekitarmu atau burung yang jago untuk membantumu mewujudkannya. Sekali lagi, kukatakan padamu, terbanglah dengan sayapmu.”
“Itu benar. Cara kita membandingkan burung yang jago terbang dengan diriku, kerap membawa aku takut untuk mencoba” kata Si Burung. “Jika aku mulai belajar terbang sekarang dengan sayapku, aku tidak terlambat untuk mengatasi rasa takutku.”
“Tiada kata terlambat untuk memulai sesuatu.”, kilah Burung Hantu. “Kau harus ingat, bahwa diperlukan keberanian untuk melakukannya. Biarkan angin membawamu terbang. Lepaskan kekhawatiranmu saat kau terbang. Nikmati setiap desiran angin, syukurilah bahwa kau dapat melihat keindahan dunia ini dengan terbang. Ingat pula, semua butuh proses, perlu ketekunan, sabar kuncinya. Jangan mudah menyerah! Saat kau mencoba, satu yang pasti akan kau alami adalah rintangan untuk melakukannya. Rintangan itu dibuat untuk mengukur kemampuanmu, keberanianmu dan kesabaranmu” tambah Burung Hantu sekali lagi.
“Berani. Aku pasti bisa” seru Si Burung sekali lagi.
“Pasti, asal kau yakin pada dirimu sendiri. Anggaplah setiap masalah yang kau hadapi sebagai berkah dalam hidupmu, bukan musibah yang mengacaukan hidupmu. Setiap makhluk hidup memiliki masalah agar bisa mengetahui seberapa hebat kuasa Tuhan menciptakan dunia ini. Jadikan masalah itu adalah berkah yang memberikanmu hikmah” tambah Burung Hantu semakin bijaksana dan menguatkan Si Burung.
“Aku akan menutup mata, jika takut melihat apa yang ada di hadapanku. Agar keberanian muncul bukan dari apa yang dilihat tetapi dari yang tak terlihat. Kekuatan yang Tuhan berikan padaku.”
“Iya, itu harus. Tutuplah mata, pasrahkan kepada keadaan sekitarmu. Jangan paksa sesuatu sebagaimana yang kau kehendaki. Alam punya caranya sendiri.”
“Mulailah menggerakkan sayapmu, ringankan tubuhmu dan pergilah sesuka hatimu dan jangan takut untuk terbang lebih jauh lagi” tambah Burung Hantu.
Si Burung mulai mengepakkan sayapnya. Ia turunkan lagi. Ia angkat lagi. Ia kepak-kepakkan sayapnya sekali lagi.
Burung Hantu membawa Si Burung ke tempat yang tinggi dan berisiko banyak angin, hingga jika tak terbang pun, angin akan mudah membawanya pergi.
“Mulai!” teriak Burung Hantu.
Cara untuk mengatasi masalah terkadang harus berada pada titik yang paling tinggi, menyulitkan dan berisiko, namun disitulah kita memiliki keberanian.
Reblogged this on Make it in your life.
LikeLike