CERPEN (39): “Tujuanmu Ada di Depan, Bukan di Belakang”

Aku terus melangkah menyusuri bibir pantai senja itu. Sayup-sayup angin melipir terasa di wajahku. Tak aku hiraukan ketika seseorang memanggil namaku untuk kembali. Percuma!

“Tetaplah melangkah ke depan! Jangan pernah berjalan mundur ke belakang! Mungkin tapak kaki yang kau pijak telah kabur seiring waktu. Kembali pun belum tentu menyelesaikan penyesalan,” bisik suara hatiku.

Aku mengikuti suara hati yang berbisik untuk tidak kembali. Panggilan namaku mulai tak terdengar lagi. Suara ombak di pantai itu mendominasi pikiranku. Terhanyut aku akan nostalgia masa lalu. Gemuruh ombak berkejar-kejaran tak pernah berhenti, ku layangkan pikiranku pada kejadian tiga tahun lalu.

“Luasnya laut tak bisa aku selami, begitu pun misteri cinta yang tak bisa aku pahami. Anna, aku begitu mengagumimu,” katanya sembari meraih wajahku. Aku membisu. “Aku hanya bisa mengagumi keindahan laut tanpa bisa memilikinya. Begitupun engkau, aku tak bisa memilikimu. Hanya bisa mengagumimu,” katanya sekali lagi.

Terlalu dini untuk jatuh cinta pada seorang pria sepertimu, pikirku. “Meski aku tak bisa menampung air laut seluruhnya, tetapi aku bisa merasakan rasa asinnya,” seruku padanya.

Pikiranku kembali dipenuhi suara deburan ombak di sekitarku, membuyarkan lamunan lama yang tak ingin aku ingat. Aku menoleh ke belakang, melihat jejak-jejak kakiku sendiri. Yang masih terlihat adalah jejak kaki yang masih dekat, sisanya entah kemana.

“Anna, buat apa melihat ke belakang? Kau sudah melangkah jauh. Tak usah kembali. Tujuanmu ada di depan, bukan di belakang,” suara hati kembali berbisik.

Aku berjalan lagi dan menarik napas panjang. Aku kelelahan sendiri. Aku mengusap keringat yang menetes di keningku. Matahari terlalu ramah menyertaiku sedari tadi.

“Jika kau tahu tujuanmu, kau akan berjalan dengan penuh keyakinan,” kata suara hatiku menenangkan rasa lelahku. Itu benar!

Tiba-tiba tangan kuat menggenggam tanganku, dia berseru, “Aku akan berjalan bersamamu, Anna.” Lalu ia melanjutkan, “Berjalan di sampingmu, bukan di belakang atau di depan!”

Aku tersentak bahagia. “Aku akan mengatur tiap langkahmu sehingga kau akan berjalan dengan penuh iman. Tak perlu khawatir karena kau tidak akan kelelahan. Yang diperlukan adalah kesabaran,” seru suara orang yang menggenggam tanganku itu.

* Persembahan fiksi bagi mereka yang belum bisa move on

****
Tetap optimis saat menjalani kehidupan, bukan pesimis. Mereka yang pesimis akan melihat jalan panjang sebagai hambatan nan membosankan, sedangkan optimis akan menganggap sebagai kesempatan petualangan.

Mereka yang optimis akan melihat masa lalu sebagai pelajaran sedangkan pesimis akan selalu memandang masa lalu sebagai kenangan.

Anda bagaimana?

Advertisement

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Twitter picture

You are commenting using your Twitter account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s