Rasa Lelah Batin? Hati-hati dengan ‘Burnout’ dan Lakukan 4 Hal Berikut

Suatu kali saya dan suami sedang berbelanja di supermarket. Ketika asyik memilih belanjaan, muncul seorang perempuan tersenyum. Saya balas senyum. Rupanya dia langsung berbicara panjang lebar dengan suami. Oh rupanya kenal, batin saya.

Perempuan ini langsung bercerita kepada suami semacam curhat. Mereka bercerita bukan di kafe atau sedang duduk, namun posisi berdiri selama lebih dari setengah jam. Saya dengar sedikit perlahan sambil senyum namun karena berasa lama saya tinggal saja dengan mencari barang keperluan. Suami saya tetap meladeni. Ya, mungkin teman lama, pikir saya.

Hampir sejam saya mulai protes dari mengamati setiap detil barang di sekitar mereka hingga menjauh. Rupanya suami saya sadar dan pergi mencari saya. Pria yang berada tak jauh dari saya saat saya mencari barang rupanya adalah suami dari perempuan yang curhat itu. Walah, mungkin dia sama bosan dengan saya menunggu obrolan selesai.

Apa kaitannya dengan burnout? Yups, perempuan yang bercerita itu mengaku dia mengalami burnout sehingga tidak bekerja lagi.

Saya pikir suami dan perempuan itu kawan karib atau teman sekolah. Ternyata tidak! Mereka hanya pernah kenal di tempat kerja yang sama namun berbeda divisi. Jadi sebenarnya tidak terlalu kenal. Dalam budaya suami yang tak terlalu terbuka pada orang lain, mengapa perempuan ini bercerita panjang lebar masalahnya? Lalu jika ingin curhat mungkin bisa atur waktu atau duduk ngobrol di kafe ketimbang berdiri dengan posisi memilih barang di supermarket. Rupanya dia butuh perhatian dan bercerita.

Saya tidak menemukan padanan kata ‘burnout’ dalam bahasa Indonesia. Apa itu? Ada banyak versi jika kita googling. Namun intinya, perasaan negatif seperti tidak puas, kurang bersyukur, merasa terbebani, lelah berkepanjangan, hingga sulit berkonsetrasi dalam bekerja yang membuat kinerja seseorang menurun. Apakah berbahaya? Bisa berbahaya karena bisa mengarahkan kepada depresi.

Bagusnya, bos atau rekan kerja sebaiknya segera menangani apabila mengamati seseorang yang sedang mengalami burnout. Seperti yang terjadi pada perempuan ini, dia akhirnya dipensiunkan dini.

Selama ini burnout bisa dikaitkan dengan beban pekerjaan atau beban studi misalnya. Namun burnout bisa juga karena rutinitas yang melulu sama sehingga menjadi tidak menarik, membosankan, tidak menggairahkan dan menurunnya minat sosial. Ini bisa juga terjadi pada ibu rumah tangga juga meski mereka tidak bekerja di kantor.

Banyak yang bilang burnout adalah gejala orang masa kini atau moderen. Mengatasinya yang pertama, jika anda sudah mengenali gejala burnout berarti anda harus menghentikan sejenak rutinitas anda, apa pun itu. Pergi berlibur atau memanjakan diri itu juga perlu.

Kedua, anda perlu orang yang mengerti dan memahami anda. Berbicaralah dengan pasangan hidup atau sahabat tentang perasaan anda. Syukurlah, suami dari perempuan yang saya ceritakan di atas dapat mengerti apa yang terjadi pada isterinya.

Ketiga, buatlah segala sesuatu menjadi berbeda dalam keseharian anda. Misal, jika anda pergi ke kantor lewat jalur A selama 10 tahun, coba berpergian lewat jalur B. Ubah ruang kerja anda. Belajar melukis. Menulis buku harian. Apa pun itu, buatlah hidup anda berbeda dan bernilai dari rutinitas yang selama ini anda lakukan.

Keempat, cari hal inspiratif. Jika anda suka nonton film, putar film yang menginspirasi bukan film yang buat anda semakin melow. Jika anda suka baca buku, bacaan inspiratif semacam ‘chicken soup for soul’ itu juga menarik. Atau anda bisa bermeditasi. Pergi ke tempat ibadah. Dengarkan lagu yang menginspirasi, misalnya.

Bersyukurlah atas hidup anda, itu tips yang utama.

Semoga bermanfaat!

Advertisement

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Twitter picture

You are commenting using your Twitter account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s