



Program selanjutnya di Kamis malam hari adalah malam kesenian orang nubian yang sebagian besar menghuni Mesir bagian Selatan seperti Assuan dan negara Sudan. Malam ini kami masih di Assuan, dengan suguhan tarian dan musik yang dibawakan kelompok seni suku nubian. Ada yang menyebutnya juga nubia atau kush yang mendiami lembah sungai nil sejak kejayaan bangsa romawi, sebelum masehi.
Matahari mulai terbenam di sisi sungai nil. Makan malam pun sudah selesai. Saya dan suami memilih duduk di atas dek kapal menikmati pesona senja dan kerlap kerlip kota Assuan yang indah. Di sudut kota, masjid besar mengaggungkan pujian doa. Sementara di sisi lain, warga mememuhi taman di pinggir sungai nil. Bernyanyi, duduk bersama menikmati shisa hingga suara ceria anak-anak tak luput dari perhatian saya dan suami. Beberapa tamu kapal juga duduk bersama kami di kafe atas.
Jam 21.00 kelompok seni nubian bersiap tampil. Kami turun menyaksikan keramaian itu. Tiga orang tampil dengan pakaian warna-warni. Ada yang membawa rebana, gendang dan alat musik tradisional. Suara riuh menyambut kehadiran mereka. Seorang dari mereka meminta kami sebagai tamu kapal bertepuk tangan mengiringi tarian dan nyanyian mereka.





Saya sendiri mendengar nyanyian yang dinyanyikan dalam bahasa nubian, bukan bahasa Arab yang jadi bahasa resmi Mesir. Para kelompok seni dengan wajah sumringah meminta kami mengikuti apa yang diperagakan. Tawa mengiringi penampilan beberapa tamu dan seniman yang tampil dengan nyanyian dan tarian.
Selesai para seniman menghibur kami selama 45 menit, saya dan suami segera naik ke kafe atas kapal. Kami menikmati remang-remang malam menyusuri sungai nil. Warga setempat tampak bersuka ria karena Jumat adalah hari libur untuk mereka. Anak-anak di Mesir saat kami berlibur memang sedang libur sekolah. Libur sekolah di Mesir berlangsung selama tiga bulan.