
Ini adalah reblog dari https://liwunfamily.com/2014/09/14/menikmati-hidup-apa-adanya/
Kali ini saya diajaknya oleh penikmat kopi lagi untuk ngobrol soal kehidupan. Katanya lebih nikmat jika ngobrol itu sambil minum kopi. Wah, saya tidak punya kopi di rumah. Kami pun sepakat ngopi-ngopi di luar rumah.
Karena saya tidak tahu banyak soal kopi dan tempat minum kopi, saya manut saja ketika dia memberhentikan mobil di sebuah kedai kopi sederhana. Saya pikir tadinya mau diajak nongkrong dan minum kopi di mall atau gerai kopi ternama gitu. Eh malah saya diajaknya ke kedai kopi di sudut kota yang konon asyik buat diskusi dan ngobrol.
Sambil memesan minuman dan cemilan, saya mengamati beberapa meja yang berisi sepasang orang sedang ngobrol serius, ada pula segerombolan anak muda seperti musisi yang membawa alat musik sambil menyanyikan sebait demi sebait sedangkan di sudut lain ada sekelompok ibu-ibu muda yang membicarakan mode pakaian.
“Nah kembali soal kopi, Anna. Saya ingin kamu mencoba menikmati rasanya” seru teman saya ini memecahkan keheningan.
“Saya tidak tahu membedakannya, bang”
“Anna, kau tidak perlu ahli untuk menikmatinya. Hanya nikmati. Tak usah kau pikir yang rumit dengan teori. Jalani saja apa adanya.”
Tiba-tiba pramusaji datang membawakan pesanan dua cangkir kopi dan cemilan. Teman saya langsung menyeruput kopi dengan gayanya yang khas. Dengan bahasa tubuhnya, saya diminta meminum kopi di hadapan saya.
“Dalam hidup ini, terkadang kita dipusingkan oleh pencitraan. Kau sudah terbawa oleh arus dunia. Jika minum kopi, kau selalu bayangkan kedai kopi mewah ternama. Padahal yang kau butuhkan hanya secangkir kopi dengan rasanya yang nikmat. Ingat Anna, hidup itu juga cuma soal rasa. Jadi nikmati rasanya. Pahit manis. Apapun itu” katanya kembali seolah-olah kebijaksanaannya muncul usai menyeruput kopi.
“Apakah abang tidak pernah memiliki target dalam hidup? Misalnya target nikah gitu. Kok hidup abang santai banget” tanyaku sinis agar dia pun bisa memikirkan hidupnya juga.
“Seperti yang saya bilang apa sih tujuan kau minum kopi? Gak ada ‘kan. Ada kopi diminum, dinikmati setiap tegukannya. Jika kau terlalu memusingkan tujuan minum kopi, pikiranmu hanya dipenuhi target-target dan melupakan rasa nikmatnya. Jika hidupmu dipenuhi target, maka kau akan melupakan bagaimana caranya menikmati hidup ini. Dengar Anna, jangan biarkan target-target itu mengendalikanmu menikmati hidup ini.”
“Bang, jika kita tidak punya tujuan hidup, untuk apa kita hidup? Abang terlalu menikmati hidup sampai abang lupa menikmati rasanya menikah” seruku sekali lagi dengan sinis kepadanya.
Dia pun tertawa. Saya pun tertawa juga pada akhirnya.
“Abang ingin melamarmu tetapi kau sudah ada yang punya” kelakarnya kembali kepadaku.
“Anna, buatlah pikiranmu sesederhana seperti kau menikmati kopi ini. Bahagiakan dirimu dengan rasanya, dengan suasana sekitarnya yang nyaman dan indah, dengan senyum pramusajinya yang ramah, dengan harganya yang terjangkau, dengan cemilannya yang enak. Dan aku pun langsung bahagia. Bahagia itu ternyata sederhana, yakni kamu nikmati apa adanya. Pahit dan manis itu adalah bagian dari rasanya.”
“Aku sengaja memilihkan kedai kopi tak bernama ini kepadamu. Aku ingin membuyarkan rencana indahmu untuk nongkrong di gerai kopi ternama dan eksklusif. Aku ingin tahu, apa reaksimu jika rencanamu berubah? Yang kulihat, kamu kaget dan bingung. Namun itu wajar. Dalam hidup, apa yang terjadi jika rencana-rencanamu berubah? Syok, takut, cemas, bingung, putus asa, atau komplen sambil marah-marah.”
Aku pun tersinyum kecut mengingat aku sempat protes saat dia memarkir mobilnya di depan kedai kopi ini.
“Orang masa kini terlalu banyak dipenuhi oleh pikiran yang kompleks dan tujuan yang mengendalikan hidup mereka. Rasakan dan nikmati hidup ini ibarat kau nikmati kopi ini. Jangan pernah takut untuk menghadapi kenyataan jika rencanamu berubah! Hidup itu soal pilihan, Anna. Jadi pilihlah apa yang membahagiakanmu!”
Lalu kami pun menikmati cemilan dan kopi sambil mendengar iringan musik dari gerombolan anak muda yang tadi baru aku amati. Hidup ini jadi ringan sesaat, tanpa beban ketika kita sungguh-sungguh menikmatinya. Betul juga kata Abang, temanku yang baik hati ini.
* Cerita ini hanya fiksi belaka. Nama dan peristiwa hanya kebetulan saja.
Selamat menikmati akhir pekan bersama keluarga!
Silahkan mampir ke blog saya juga kak
LikeLiked by 1 person
Hallo Mbak Siti Faridah, blognya blm bisa diakses. Mohon dicek kembali ya. Trims🙂
LikeLiked by 1 person
Oh, ya, Silahkan mampir kembali, Kak. 😊🙏🏻
LikeLiked by 1 person
ceritanya bagus mba, silakan mampir ke blogkku juga, ada cerpen-cerpen juga lho
LikeLiked by 1 person
Terimakasih. Dipastikan sudah meluncur Pak Wijanarko🙂
LikeLike
Wah, keren. Lama gk berkunjung sdh ada cerpen di blok mbak Anna.
LikeLiked by 1 person
Iya, pak. Cerpen saya tayang tiap hari Sabtu, karya sendiri yang sudah pernah ditulis tapi gak banyak yang tahu. Saya kumpulkan cerpen2 saya ternyata jumlahnya banyak juga.
Bagaimana kabar bapak dan keluarga di Depok? Semoga tetap aman dalam lindungan Tuhan🙂
LikeLike
Puji syukur, kabar baik mbak.
Bagus mbak, cerpennya dikumpulin. Penting buat didokumentasikan mjd buku.
Sy jg lg suka nulis cerpen. Terakhir lg nyoba bikin cerita silat.😁
LikeLiked by 1 person
Wah, saya senang dengarnya. Selamat dan semangat untuk menulis cerita silat😁
LikeLiked by 1 person
Nice post
LikeLiked by 1 person
Thank you, Tina. Happy weekend!
LikeLike