


Apa yang anda rasakan berada di rumah Tuhan dalam ketinggian tiga ribu meter? Sesungguhnya saya benar-benar tak bisa mengungkapkan perasaan istimewa saya melalui kata-kata saat saya berada di kapel tertinggi di Jerman. Bagaimana mungkin orang mencari Tuhan di tempat begitu tinggi? Tetapi itu yang menjadi alasan mengapa kapel ini berdiri. Kapel ini bisa berdiri kokoh di atas bebatuan sekitarnya yang dikelilingi awan putih menyelimuti pegunungan Alpen. Ini seperti pengalaman yang membahagiakan yang tak terucapkan, keagungan Tuhan.
Hari Sabtu kemarin (15/8) adalah hari libur bagi sebagian wilayah Jerman yang mayoritas berpenduduk katolik karena hari Sabtu kemarin dirayakan dalam liturgi gereja katolik sebagai “Hari Raya Maria Diangkat ke Surga”. Saya dan suami pun memanfaatkannya dengan berpergian ke Zugspitze. Zugspitze diyakini sebagai tempat tertinggi di Jerman, yang berada di lokasi puncak pegunungan Alpen. Kami memilih datang di musim panas agar tidak merasa kedinginan saat berada di puncaknya. Namun memang, sebaiknya anda tetap memakai jaket karena di musim panas pun tetap saja terasa dingin untuk saya.
Bagi para pencinta alam dan pendaki gunung, mengunjungi Zugspitze adalah pengalaman yang menantang. Cerita saya tentang Zugspitze akan berlanjut di artikel selanjutnya, kini saya bercerita tentang kapel atau gereja katolik yang letaknya berada di puncak Zugspitze. Kapel ini masih aktif melayani misa bagi para pendaki yang memerlukannya. Ini masih masuk dalam keuskupan Munich. Siapa sangka bahwa ada gereja di ketinggian tiga ribu meter ini? Tentu ini menjadi pengalaman tidak biasa bagi para pendaki yang datang ke sini.




Kapel ini menjadi tujuan utama pendaki yang datang ke Zugspitze sejak tahun 1970-an ketika banyak orang tertarik untuk berkunjung dan bermaksud menyelenggarakan misa di tempat tertinggi di Jerman. Permintaan tersebut akhirnya dikabulkan. Kapel berdiri sekitar tahun 1980 yang diresmikan oleh uskup Munich saat itu, Joseph Ratzinger. Sebagaimana anda tahu bahwa kini beliau menjabat sebagai Paus Emeritus Benediktus XVI. Ada banyak orang yang berkontribusi dalam pendirian kapel ini. Nama-nama mereka disebutkan dalam prasasti di dinding kapel. Mereka adalah para pendaki yang merasakan pengalaman istimewa saat berada di puncak tertinggi Jerman.
Saya bisa mempercayai pengalaman para pendaki yang berinisiatif membangun kapel ini. Dahulu saat saya masih bergabung dalam aktivitas orang muda di Jakarta yang suka mendaki, camping dan berkegiatan di gunung, bahwa mengikuti misa di area alam terbuka ternyata memberikan suasana istimewa. Di puncak ketinggian ini dengan awan bergelayut yang begitu dekat, saya merasa seperti sedang berada di negeri di atas awan. Damai dan indah.
Kapel ini tidak luas, kecil dan sederhana. Justru hal sederhana ini menjadi pengalaman istimewa bagi mereka yang menemukan kedamaian batin saat berada di puncak tertinggi negeri Jerman. Siapa saja bisa berdoa di sini. Misa pun masih aktif diselenggarakan sepanjang cuaca mendukung. Sejenak saya seperti diingatkan lagi bahwa saya tidak lupa untuk berkunjung di rumah Tuhan meski saat ini pandemi masih berlangsung.
Ada satu kutipan menyentuh yang saya temukan dari Uskup Innsbruck yang pernah datang ke situ tahun 2013. Ia berpendapat “Es gibt viele Wege zu Gott, einer führt über die Berge.” Terjemahan bebasnya, ada banyak jalan mencari Tuhan, salah satunya menuntun kita ke puncak gunung ini. Itu yang mungkin menjadi salah satu alasan juga mengapa di tempat tertinggi di Jerman ini tersedia rumah Tuhan.
Selamat berhari Minggu semua!
Wow… keren.
Di Puncak Sinai, Mesir, pada ketinggian sekira 2300 mdpl juga ada kapel kecil dari Gereja Koptik. Perjalanan ke sana harus mendaki berjam-jam dari Biara St. Catharine. Dari lokasi ini kita bisa menikmati panorama terbitnya matahari. Indah dan menakjubkan.
LikeLiked by 1 person
Hmm, kemarin ke Mesir gak sempat mampir ke gunung Sinai, harus diagendakan lagi kayaknya. Terimakasih infonya Mo.
LikeLike
Great 👍
LikeLiked by 1 person
Thank you, Surbrata🙂
LikeLike