
Ini adalah reblog dari link pada 21.07.2017 yang sudah dimuat sebelumnya.
“Memang penting menjadi yang terbaik dalam apa pun, nak” kata ibuku di sela-sela pembicaraan lewat telpon sore itu.
“Namun kebanyakan orang lupa saat menjadi terbaik, mereka bukan orang yang baik,” lanjut ibu.
Iya juga sih. Aku mengamini ucapan ibu sore itu. Sore waktu Jerman, malam waktu Indonesia. Beda lima jam jika musim panas seperti sekarang ini. Kasihan ibu, dia harus mendengar ceritaku dimana kami terpisah jarak dan waktu.
“Jika kamu beli sekilo jeruk, kamu kan gak mencoba semua jeruk untuk membuktikan jeruk yang kamu beli itu benar-benar manis ‘kan. Begitu pula tak usah kamu buktikan kepada seluruh dunia bila kamu itu orang baik dan sudah berbuat baik. Jadi orang baik sudah cukup, nak!” nasihat ibu sambil mengakhiri pembicaraan di ujung telepon karena pastinya ini sudah larut malam di Jakarta.
Menjadi yang terbaik itu susah loh. Bayangkan yang terbaik itu pastinya yang paling baik. Menjadi paling baik ‘kan harus melalui kompetisi atau pertarungan segelintir orang. Barangkali menjadi terbaik itu seperti pemenang. Sang Juara.
Mencapai yang terbaik bukan tidak mungkin melaluinya dengan cara yang “tidak baik” bahkan mungkin menjadi orang yang “tidak baik” juga. Artinya, mereka lupa bahwa yang terutama itu menjadi orang baik. Itu cukup ketimbang jadi yang terbaik tetapi menambah ketidakbaikan di dunia ini.
Menjadi yang terbaik, itu boleh asal tetap dengan cara yang baik.
Memilih jadi orang yang baik itu juga sudah cukup. Tak usah menuntut jadi yang terbaik, tapi berbuat curang pada kehidupan.
* cerita ini hanya fiksi belaka.
Selamat berakhir-pekan bersama keluarga!
Happy blog
LikeLiked by 2 people
Thank you. Happy reading!
LikeLike