
“Apakah kamu merayakan Halloween, Anna?” tanya seorang kenalan asal Jerman pada saya. Saya jawab bahwa saya tidak merayakannya karena saya memang tidak pernah melakukan tradisi Halloween sejak masih di Indonesia.
Lalu kenalan saya pun menjelaskan bahwa dia juga tidak merayakan Halloween. Merayakan Halloween atau tidak di Jerman, nyatanya supermarket sudah dihiasi berbagai tawaran promo bertemakan Halloween sejak sebulan lalu. Lainnya, ada yang sudah menghiasi rumah mereka dengan aksesoris dan dekorasi halloween.
Halloween di Jerman merambah pada mereka yang merayakannya, kebanyakan mereka generasi milenial. Itu pendapat para senior dan mereka yang tidak termasuk generasi milenial. Tahun lalu ada beberapa tawaran untuk pesta Halloween bersama-sama. Namun tahun ini pandemi masih melanda tempat tinggal saya. Kontrol terhadap kumpulan orang tidak lebih dari 10 orang atau bertemunya hanya 2 rumah tangga diberlakukan kembali. Saya tidak lagi mendengar pesta Halloween seperti yang lalu.
Namun dibalik itu, ada hal menarik yang membuat saya terkesima. Di negeri asal yang memperkenalkan Halloween yakni Paman Sam, yang saya tahu dari kebanyakan tayangan hiburan, mengenalkan kata “Trick or Treat” sebagai kata pamungkas.
Anak-anak dengan kostum menyeramkan mengetuk pintu rumah tetangga dan berseru “Trick or Treat”. Ini semacam jebakan memang untuk mendapatkan segenggam manisan. Hal ini mendorong kepentingan dunia industri menyediakan stok cokelat, permen dan aneka manisan lainnya untuk memeriahkan perayaan halloween.
Namun tahukah anda bahwa kalimat pamungkas “trick or treat” menjadi berbeda di Jerman?
Halloween menjadi populer ketika dunia hiburan memperkenalkan kebiasaan dari negeri Paman Sam ini di sini. Aneka manisan, kostum menyeramkan dan dekorasi halloween menghiasi supermarket sebulan sebelumnya. Mereka pun ikut serta membuat jebakan dengan kalimat pamungkas “Sußes oder Saures” sebagai pengganti “Trick or Treat.”
Sebagaimana anda tahu, ‘Sußes’ diartikan sebagai manisan sedangkan ‘Saures’ bisa diartikan hal-hal yang berlawanan dari manisan. Kebiasaan ini menjadi populer bagi mereka yang merayakan halloween di Jerman, meski sebenarnya kebanyakan warga di sini mengaku tidak ikut merayakannya.
Kebiasaan mengetuk pintu dilakukan anak-anak biasanya terjadi pada tanggal 6 Januari di wilayah tempat tinggal kami. Anak-anak memakai kostum pada 6 Januari datang ke rumah-rumah sekitar untuk menggalang donasi untuk disumbangkan kepada anak-anak di belahan dunia lain yang membutuhkan. 6 Januari dirayakan sebagai pesta “Epiphany” yakni satu minggu setelah Natal tiba. Kebiasaan ini berbeda dengan halloween tentunya.
Mengingat kondisi pandemi masih berlangsung, tak ada lagi kejutan di Halloween ini. Pandemi sekarang juga masih melarang pertemuan yang melebihi kapasitas berkumpulnya orang-orang. Itu berarti acara pesta halloween pun tak terdengar lagi. Kini mereka yang merayakan halloween cukup berada di rumah dan menghiasinya dengan dekorasi halloween saja.
Saya pun melihat dekorasi tengkorak, boneka chunki dan berbagai topeng menyeramkan tampak di jendela atau halaman rumah mereka yang merayakannya.