
Dalam berbagai cerita saya ke berbagai kunjungan lokasi wisata dan museum di Jerman atau negara tetangga Jerman kerap saya mengamati lukisan atau potret para bangsawan atau public figure itu memakai wig atau rambut palsu.
Saya terkesan dengan tampilan rambut palsu yang dikenakan. Pemikiran saya, apakah itu sekedar tren gaya hidup saat itu? Atau apakah rambut palsu yang mereka kenakan dan didokumentasikan dalam bentuk lukisan/potret hidup merupakan identitas sosial?
Di Jerman rambut palsu/wig yang dikenakan itu disebut perücke. Perücke yang dikenakan para tokoh terkenal di abad pertengahan atau abad 19 itu tampak berbeda dengan rambut palsu yang sering dipakai di masa kini.
Banyak orang memakai rambut palsu di jaman sekarang lebih menyerupai rambut asli. Artinya orang memakai wig di waktu sekarang agar tidak terlihat bahwa mereka memakai rambut palsu. Sementara jaman dulu wig berwarna putih pada pria atau pada perempuan rambutnya tampak indah dengan jambul dan gelombang rambut penuh perhiasan menyertainya.
Seiring rasa ingin tahu tersebut, saya belajar bagaimana sejarah di Jerman khususnya atau Eropa sebagian besar terjadi. Saya memahami bahwa tiap abad memiliki gaya tersendiri.
Seperti saat saya mengamati gaya arsitektur tiap gereja di sini kemudian saya menjadi paham gaya arsitektur tersebut dan waktu kapan itu menjadi tren tersendiri. Lalu saya berpikir mungkin gaya arsitektur tak berbeda jauh dengan gaya hidup.

Gaya hidup yang saya maksud adalah mengenakan rambut palsu pada masa sekitar abad 18 dan abad 19 di Eropa. Mereka yang terkenal pada masa itu yang saya lihat lewat potret pribadi tak hanya perempuan saja, tetapi juga para pria di masa itu. Mereka yang menjadi kaum borjuis, elit dan bangsawan mengenakan rambut palsu sebagai gaya hidup. Sepertinya rambut palsu menjadi gelombang mode di Eropa pada masa itu contohnya Raja Louis XIV dari Prancis.
Tren rambut palsu bisa berbahan rambut asli manusia atau rambut hewan. Jika saya amati rambut palsu ini bisa menjadi identitas status sosial untuk pria dan wanita. Pria umumnya memakai rambut palsu berwarna putih terang, sedangkan wanita mengenakan rambut berwarna jingga merah muda. Gaya hidup memakai rambut palsu pun mendongkrak usaha pembuat rambut palsu.
Saya membayangkan usaha ini tumbuh saat revolusi industri sedang bergema di Eropa. Bisa jadi rambut palsu ini memberi keahlian tersendiri di dunia salon dan penata gaya rambut.
Pria menjadi lebih praktis berpergian tanpa perlu pakai topi atau penutup kepala, cukup pakai wig. Alasan lain menyebutkan pria memakai wig untuk menutupi kepala mereka seperti rambut mereka yang tak menarik atau mulai rontok.
Perempuan cukup mengandalkan ahli rambut palsu untuk menatanya dan membuat perhiasan menarik setiap mereka memerlukannya. Tentu salon sebagai bisnis memerlukan orang yang terampil sehingga keluar regulasi perlunya pajak penghasilan hingga orang yang profesional bersertifikat di bidangnya. Bagaimana pun rambut palsu pada masa itu menjadi identitas sosial.
Identitas status sosial ditunjukkan dari mereka yang cukup mampu untuk membeli rambut palsu yang pastinya tak murah pada masa itu. Saya menduga hanya sejumlah orang saja yang bisa memiliki dan mengenakannya saat berada di publik.
Di Eropa pada masa itu muncul revolusi industri dan gejolak perekonomian sehingga membuat tren gaya rambut pun berangsur-angsur menurun. Ketimpangan sosial yang ditunjukkan dari tren gaya rambut palsu di publik membuat para elit berpikir lagi tentang konsep gaya hidup kesederhanaan.
Saya pun berpikir bahwa rambut palsu pada masanya pernah menjadi bentuk pengakuan sosial. Seiring berganti zaman, rambut palsu tetap dibutuhkan sebagai bagian dari dunia mode dan kecantikan. Rambut palsu kini ada pula yang dipakai dalam dunia hiburan dan lainnya sesuai kebutuhan.
Apakah anda terpikir ada nilai filosofi dari pemakaian rambut palsu pada masa abad 18-19 tersebut?