
(Kiri) Pieta karya Anna Chromy di Salzburg, Austria dan (Kanan) Pieta di Basilika Santo Petrus, Vatikan.
Dahulu saat saya masih di Jakarta dan menyempatkan waktu berkunjung ke Katedral Jakarta, saya punya lokasi favorit. Lokasi itu seperti memiliki kekuatan Magis dalam Bahasa Jerman.
Di lokasi favorit tersebut, saya hanya diam dan bermeditasi sejenak. Itu seolah-olah seperti menemukan kedamaian batin. Lokasi yang dimaksud adalah di depan Pieta.
Pieta adalah karya seni yang memukau dunia dibuat oleh Michaelangelo, yang mengambil salah satu peristiwa kematian Yesus. Saya tidak pandai dalam seni, tetapi saya menemukan makna tersendiri, makna Spiritualitas lewat Pieta.
Di mana pun di rumah Tuhan terdapat Pieta akan membuat saya terdiam sejenak. Bahkan saya memenuhi janji sendiri untuk melihat Pieta karya Michaelangelo di Vatikan.
Meski begitu replika Pieta dijumpai dalam Gereja-gereja katolik yang ada di Jerman juga sehingga mendorong saya mencari tahu karya otentik ini. Karya asli dalam material kayu berada di Jerman abad 14, bahkan ada yang menyebutnya telah ada sejak tahun 1200-an.

Pieta di Basilika Santa Anna, Jerman.
Sementara Pieta paling terkenal adalah Michaelangelo yang dibuat sekitar 1498 sampai tahun 1500 yang kini diletakkan di Basilika Santo Petrus, Vatikan. Bagi saya Pieta lebih dari karya seni.
Pieta yang tampak sama setiap saya berkunjung ke Gereja-gereja ternyata berubah tampilannya lewat karya Anna Chromy, seorang seniman kelahiran Ceko. Karya Pieta yang dibuatnya terletak di pusat kota Salzburg.
Sekitar lebih dari 60-an karya Anna Chromy yang menyebar di Eropa dan Asia, tetapi saya terkesan bagaimana dia menggambarkan Pieta dengan cara yang berbeda.
Anda melihat perbedaannya sebagai orang awam seni seperti saya. Anna Chromy mengambil inspirasi dari “Don Giovanni” karya Mozart dan “Jedermann” karya Hofmannsthal. Patung ini dibuat di era moderen tahun 1999.
Inspirasi “Cangkang Kosong” sebagai simbol resiliensi kita, bagaimana kita bertahan. Kita melakukan sepenuhnya dalam hidup tetapi penderitaan yang kita tanggung.
Jadi tak hanya saya yang memiliki makna atas Pieta, tetapi Anna Chromy pun bisa mewujudkan makna lain dalam perspektifnya.
Anda sendiri bagaimana?