
Semua kontestan sebuah kompetisi pasti ingin menang. Namun bagaimana jika kemenangan itu nomor dua, kejujuran itu nomor satu sebagai juara. Itu seperti pepatah seorang Filsuf Tiongkok yakni Lao Tze yang berpendapat bahwa apalah arti menang jika tidak jujur. Karena pemenang bukan hanya ia berhasil memenangkan suatu kompetisi saja tetapi bagaimana pemenang bisa berperilaku jujur untuk bisa menang.
Beberapa tahun lalu ada World Atheletic Championship yang diselenggarakan di Doha. Saya mengambil contoh pertandingan lari estafet, yakni lari yang dibawakan empat pelari dalam satu grup dengan membawa tongkat.
Saat itu ada delegasi dari negeri Tiongkok yang sama-sama berjumlah empat orang. Anda pasti tahu bagaimana aturan dalam lari estafet dan tentu konstestan dari tiap negara adalah perwakilan yang terbaik.
Dalam cuplikan singkat video yang beredar memperlihatkan semua pelari pertama membawa tongkat dan berlari ke pelari kedua. Adegan kontingen negeri tirai bambu berbeda, pelari pertama membawa tongkat menuju pelari nomor dua. Pelari nomor dua kemudian tampak diskusi dengan pelari nomor satu. Lalu mereka berdua berlari berbalik arah ke titik sebelumnya untuk pelari nomor satu.
Apa yang terjadi dengan mereka? Jika ada yang melihat adegan ini lucu, justru saya melihat sisi yang lain.
Sepertinya delegasi dari negeri tirai bambu ini salah tangan menerima tongkat atau salah tangan memberikan tongkat. Namun mengapa mereka harus mengulang lagi?
Mungkin mereka tak ingin terlihat curang atau failled. Usaha ini tampak sia-sia dan jelas mereka tak akan bisa memenangkan kompetisi. Mereka hanya ingin menunjukkan bagaimana bermain dengan jujur dalam sebuah kompetisi.
Setiap orang berhak menang tetapi bagaimana mencapai kemenangan itu menentukan siapa pemenang sesungguhnya.
Di jaman sekarang tak mudah menemukan orang berlaku jujur. Banyak orang lebih memilih menang daripada jujur. Apalah arti menang jika ia tak jujur. Kemenangan itu mungkin hanya satu kali terjadi dalam hidup tetapi kejujuran itu berlangsung sepanjang masa dalam hidup.
Ada beberapa contoh yang mana gelar kemenangan dibatalkan hanya karena ketidakjujuran. Beberapa hari lalu kita dihebohkan dengan kompetisi foto yang dimenangkan oleh seorang di Jerman yang mengaku kalau ia tidak layak mendapatkan kemenangannya tersebut.
Foto yang berhasil dipilih oleh para juri sebagai pemenang itu rupanya diperoleh dari rekayasa AI. Si pembuat mengakui perbutannya tersebut dan merasa tak layak terhadap penghargaan tersebut. Dari sini kita melihat bagaimana kejujuran itu lebih utama daripada kemenangan itu sendiri.
Kemenangan itu diberikan kepada mereka yang jujur berjuang, bukan yang memanipulasi keadaan agar bisa menang. Itu sebab kejujuran akan selalu menang meski itu berat.
Alat deteksi kebohongan dan para ahli hanyalah alat bantu untuk menguji kejujuran seseorang. Seorang yang pandai bisa saja berhasil mengelabui alat deteksi dan para ahli.
Namun seorang yang tak jujur tak bisa mengelabui suara hatinya. Suara hati itu tak pernah bisa bohong. Suara hati itu selalu jujur.
Bagaimana menurut Anda?
🖤
LikeLiked by 1 person