
Suatu kali saya berbicara dengan seorang rekan yang baru saja menyelesaikan studi S3 terkait hasil Disertasinya. Pada akhirnya dia berpendapat bahwa sekarang kita mencapai pada masa “perbudakan” dalam konteks ekonomi.
Saya mendengarnya, hanya termangut setuju. Mengapa tidak? Mereka yang berkuasa adalah mereka yang memiliki uang sebagai power. Orang masa kini diperbudak uang untuk bisa bertahan hidup. Ekonomi menjadi momok persoalan kejahatan sehingga orang berani membunuh atau melakukan tindak kejahatan.
Ketika saya membicarakan ini dengan seorang ahli ekonomi yang juga sudah menyelesaikan studi Doktor-nya lebih lama, dia menceritakan tentang ilmu ekonomi. Asal kata ilmu Ekonomi dari “Oikos” dan “Nomos” yang berarti ilmu yang mengatur rumah tangga.
Persoalannya sekarang, tak banyak orang dibekali informasi dan skill yang tepat untuk mengatur rumah tangga tersebut. Banyak orang yang masih “buta” sehingga tak tahu banyak bagaimana mengatur keuangan dirinya.
Hanya punya pendapatan sekian, tetapi pengeluaran dobel dari pendapatan. Bisa jadi karena tidak tahu mengelola keuangan, membelanjakan keinginan bukan kebutuhan hingga tergiur gaya hidup yang tak sehat.
Ekonomi yang berpusat di uang terkadang dipandang sebagai pemicu masalah. Padahal uang itu sebenarnya netral. Begitu buku yang baru-baru ini saya baca. Pendapat ahli: uang bisa mendanai mimpi atau memulai perang.
Dari pepatah tersebut, sesungguhnya kita belajar kalau uang itu hanya alat atau sarana saja. Ada uang bisa membuat seseorang terkenal dermawan atau bisa membuat seseorang terkenal sebagai penjahat.
Kembali lagi bagaimana kita berniat ketika kita punya uang. Apakah saya menjadi orang yang rela berbagi dengan uang saya atau saya menjadi orang yang serakah dan semakin serakah untuk mendapatkannya?
Sejak kecil saya memahami konsep berbagi yang diajarkan almarhum ayah saya. Menurut dia, berbagi adalah sumber kekayaan. Saat saya masih anak-anak, saya tidak paham itu. Saya kadang tak mengerti, bagaimana mungkin almarhum ayah saya mengajari untuk tetap berbagi meski kami kekurangan?
Setelah saya dewasa dan memiliki kesempatan berilmu di negeri orang dan bertemu dengan banyak orang dari berbagai bangsa, almarhum ayah saya benar. Itu adalah hukum alam yang bekerja agar semua adil. Alam akan memberi kepada orang yang memberikan.
Kembali lagi soal uang yang dianggap segalanya di masa krisis finansial yang melanda dunia. Bagaimana pun kita juga dipersiapkan untuk menghadapi krisis dan mengantisipasinya jauh-jauh hari.
Uang bukan segalanya ketika kita bisa bersikap solider kepada orang lain. Hidup seseorang ‘kan tidak ditentukan dari seberapa banyak uang yang dimiliki. Hidup itu sendiri sudah bernilai.
Uang bukan segalanya. Uang adalah alat. Tergantung bagaimana kita mengelolanya. Kita bisa menjadi jahat hanya karena uang atau kita tetap bersikap rendah hati dan ikhlas memberikan kepada yang memerlukannya.
Bagaimana menurut Anda?
💜
LikeLiked by 1 person