Jangan pernah menjanjikan sesuatu yang belum jadi milikmu! Aku membaca tulisan yang tertempel di dinding apartemen milik teman baikku ini. Kalimat tersebut terukir indah di sebilah papan berhias sebagai penghias dinding. Tulisan tersebut tampak menohok karena tepat berada di depan pintu. Siapa pun yang membukanya pasti akan langsung membaca tulisan itu.
“Hebat tulisannya, bang. Seperti menyindir” kataku memecah kesunyian saat temanku lagi menyiapkan minuman di ujung dapur.
Dia pun tertawa.
” Warum? Kau tak suka rupanya, An?” tanya temanku membawakan dua minuman hangat di tangannya. Abang langsung mengambil posisi duduk di sofa sebelahku. Ia meletakkan gelas minuman di atas meja lalu meraih cemilan di rak yang berada di atas meja.
“Kein problem, bang” jawabku. Abang tersenyum. Aku jadi penasaran, pikiran yang melintas dalam benaknya. Terkadang kebijaksanaan muncul padanya. Lalu aku bertanya lagi, “Was denkst Du, bang?”
“Dengar Anna! Aku bekerja di dunia marketing. Hampir setiap saat aku mendengar orang menjanjikan sesuatu jika ia berhasil dalam urusan dengan kliennya. Sebagian besar tidak ada yang berhasil mewujudkan janjinya padaku” jelas abang.
“Mengapa begitu, bang?” tanyaku.
“Mereka sibuk menjanjikan yang belum jadi milik mereka sehingga usaha mereka menjadi melemah. Itu hukum alam, Anna” jawab abang. “Saat kau obral janjimu, engkau sebenarnya terlihat murahan. Mereka yang punya integritas yang tinggi mampu membuktikan sesuatu tanpa perlu menjanjikannya di awal,” kata abang lagi.
Wah, pikiranku langsung merujuk pada politisi yang suka ingkar janji. Atau playboy yang membual manis pada perempuan yang tergoda janji manis.
“Das ist Richtig, bang. Sepertinya abang benar. Mungkin aku juga suka berlaku begitu. Sangking bahagianya, aku ingin orang lain juga turut berbahagia, sehingga aku menjanjikannya pada mereka. Itu manusiawi ‘kan” timpalku.
Abang menarik nafas setelah menghirup kopi miliknya. Dia pun menyahut, “Kau tak punya kendali atas hukum alam dunia ini, Anna. Jika itu akan menjadi milikmu, kau tak perlu menjanjikannya untuk orang lain juga.” Aku mengangguk menyetujuinya.
“Kau hanya punya kendali atas hidupmu. Tak usahlah kau berjanji jika segala sesuatu belum menjadi milikmu. Kau akan malu jika hal itu tidak jadi milikmu” kata abang sambil mengunyah cemilan di hadapannya.
Aku segera minum teh hangat itu. Aku tertunduk menyadari bahwa aku pernah berlaku seperti itu, menjanjikan sesuatu yang belum jadi milikku.
***
Kebanyakan kita merasa punya power untuk menjanjikan sesuatu pada orang lain. Padahal siapa lah kita? Jika kita ingin membuktikan sesuatu, tunjukkan dengan sikap dan perbuatan, bukan sekedar kata-kata. Wajar, jika orang tua menasihati bahwa manusia itu dipegang janjinya.
Tidak usah berjanji jika kau tahu bahwa itu belum jadi milikmu. Bijaksanalah dalam bergaul!!!