CERPEN (51): Inspirasi Kue Coklat di Bulan Oktober


Siang itu ibu mengundangku untuk datang menjenguknya. Maklumlah di usia ibu yang tak lagi muda, ibu meminta bantuanku untuk membuatkan kue coklat. Katanya, ia sudah tak sanggup mengaduk adonan kue coklat. Meski kue coklat buatanku tak seenak ibu atau nenek, tetapi ia mempercayakannya padaku.

Aku mulai menyusun semua bahan di dapur. Sudah lama aku tak membuat kue coklat. Agak kikuk juga menyentuh semua bahan-bahan itu.

“Kue coklatku mungkin tak selezat ibu,” sahutku pada ibu sambil menata semua bahan di wadahnya.

“Dengar, nak! Jika ingin hasil yang berbeda, kamu harus buat dengan cara yang berbeda. Dulu kamu membuat kue coklat yang gosong, sekarang jika ingin perubahan hasil gunakan cara yang berbeda. Itulah hidup. Masalah akan membuatmu berubah dan kau harus mengatasinya.”

Kalimat yang dalam menyentuh sanubariku. Seperti Einstein bilang, akan disebut GILA jika kita berharap hasil yang berbeda dengan cara yang sama. Jika ingin kue coklat yang tak gosong dan lezat, aku harus gunakan cara lain. Pikirku.

Aku mengaduk perlahan demi perlahan adonan, entah mengapa tenagaku begitu kuat untuk mengaduknya.

“Jika kamu menginginkan kue coklat yang lezat, kamu harus awali dengan adonan yang kuat. Begitu pun hidup. Jika menginginkan sesuatu tercapai fokuskan pada kekuatanmu, bukan kelemahanmu,” lagi-lagi ibu mengingatkanku soal adonan kue. Aku jadi paham terkadang aku begitu lemah saat ingin meraih sesuatu karena aku begitu fokus pada kelemahan dan kekuranganku. Oh ibu, kau selalu bijak.

Kini aku mulai menakar semua bahan dan mencampurkan bubuk coklat ke dalam loyang kue. Aku mulai belajar mengukur semua bahan agar hasilnya pas. Tiba-tiba aku merasa ragu, apakah benar cara mencampurkan adonan bubuk coklat ke dalam tepung? Aku bertanya pada ibu yang duduk di pojok dapur, “Bu, apakah kue coklat ini akan terasa enak jika aku berikan dua kali dari takaran biasanya?”

Lalu ibu menghampiriku. Dia memasukkan bubuk coklat dengan percaya diri dan cepat sekali. Kini adonan kue sudah berubah jadi coklat yang indah sekali.

“Nak, apa pun yang kau kerjakan. Selalu lakukan dengan keyakinan. Apa pun yang kau putuskan harus berawal dari keyakinanmu, bukan keraguan ya,” sahut ibu menepuk bahuku dan kembali meraih kursi untuk duduk kembali. Ibu benar. Mereka yang berhasil dan sukses berawal dari keyakinan. Jadi jangan pernah meragukan diri sendiri. Karena masing-masing kita adalah pribadi yang luar biasa.

Setelah mencetak adonan kue coklat ke dalam cetakan, aku menaburkan hiasan kembali agar terlihat indah. Aku ingin membuat kue coklat yang indah, dengan hiasan putih di sekeliling kue itu. Seperti ingin merayakan hidup dengan membuat kue coklat, entah mengapa aku begitu bahagia menikmati pembuatannya.

Kini kue coklat itu tidak lagi gosong seperti sebelumnya. Rasanya juga enak. Aku menghias seluruh kue coklat dengan warna putih agar indah.

***

Aku melihat ibu sudah mempersiapkan kursi untukku dan teh yang hangat di taman belakang dekat dapur. Aku membawakan kue tersebut dan meletakkan di atas meja. Aku melihat senyum indah di wajah ibu. Aku senang sekali.

“Kue coklat ini terasa lezat dan indah dilihat karena ditentukan oleh si pembuatnya, yaitu kamu sayang,” kata ibu dengan mata berbinar-binar seperti berucap terimakasih padaku. Aku melihat ibu mencicipinya.

“Hidup ini tidak ditentukan oleh nasib, takdir atau ramalan tetapi oleh diri sendiri. Kamulah penentu kue coklat ini lezat atau tidak. Jangan salahkan waktu atau oven jika kamu membuatnya gosong. Jangan salahkan tepung atau bubuk coklat jika rasanya tak enak. Semua ditentukan oleh dirimu sendiri. Kamu menentukan hidupmu, susah senang itu adalah bagian dari kehidupan. Dengan begitu, kamu sadar itulah hidup.”

Kalimat ibu yang bijaksana ini seolah menyentuh pemahamanku. Sambil mengiris kue coklat buatanku, ia begitu menikmati setiap gigitan. Terimakasih ibu untuk lebih dari sekedar kue coklat. Hari ini saya tidak hanya belajar membuat kue coklat tetapi menjadi pribadi yang luar biasa.

Selamat datang Oktober! Selamat berhari Minggu!

One thought on “CERPEN (51): Inspirasi Kue Coklat di Bulan Oktober

Leave a comment